Selamat datang di Kosim.web.id, semoga Kita s'lalu dalam lindungan-Nya

Mengikis Penyakit Inferioritas Bangsa

Salah satu motif batik Kaltim

Ada seorang anak kecil mempunyai mainan yang cukup banyak: mobilan, plastisin, pistol-pistolan, boneka, donat susun, pesawat terbang, dan lainnya. Sementara itu, otak manusia hanya bisa fokus pada satu hal pada satu waktu. Hal ini dijadikan ide untuk iklan kosmetik: seorang pria menabrak tiang listrik saat melihat cewek lewat. Mengapa? Saat berjalan, ia tidak fokus terhadap apa yang di hadapannya. Kaitannya dengan anak kecil di atas, secara logika anak tadi tidak mungkin main plastisin sambil menyusun donat plastik. Maksudnya, meskipun mainannya begitu banyak, banyak pula yang diabaikan, dibiarkan, ditelantarkan. Dan tatkala ada temannya yang mengambil mainan yang ditelantarkan tadi, coba tebak apa reaksi dari empunya mainan tadi. Pasti akan marah-marah sambil teriak,"jangan! itu punyaku". Yah, ini sekedar prolog.

Indonesia, adalah bangsa besar, kaya SDA, kaya budaya, berada di wilayah yang strategis baik secara geopolitik maupun geografis. Ini menyebabkan Indonesia mendapat pengaruh dari bangsa dan budaya lain. Dalam hal ini -penetrasi budaya, nenek moyang kita cukup bijak. Budaya luar yang masuk tidak ditelan mentah-mentah tapi disesuaikan dengan kepribadian dan karakter bangsa yang khas. Contoh: pertunjukan wayang kulit didasarkan kitab Mahabharata. Kita tahu Mahabharata berasal dari India. Namun oleh nenek moyang kita dimodifikasi sehingga menjadi khas Indonesia. Dalam wayang, terdapat tokoh panakawan yaitu Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Tokoh-tokoh ini tidak terdapat dalam Mahabharata versi India. Kisah nama perang Mahabharata sendiri telah diindonesiakan cq. Jawa menjadi baratayudha jayabinangun, dan itu yang lebih dikenal orang kampung. Contoh lain, pembangunan Borobudur sebagai tempat ibadah orang Budha. Arsitekturnya yang berundak-undak (bertangga) merupakan khas Indonesia. Bandingkan dengan tempat ibadah sejenis di negara berpenduduk Budha seperti Pagoda di Thailand dan Myanmar, Angkor Wat di Kamboja, atau kuil di Tibet sana. Beda khan? Intinya, budaya yang masuk disaring dan disesuaikan. Dan banyak hal-hal lain: bahasa, pakaian adat, rumah adat, tari, alat musik tradisional, senjata tradisional, kuliner, kapal tradisional, manuskrip kuno, kearifan lokal, bahkan plasma nutfah yang tidak dijumpai di negara lain.

Namun, gelombang globalisasi rupanya tak mampu dibendung oleh anak-cucu-cicit dari nenek moyang. Dan parahnya, tanpa adanya filter. Generasi sekarang lebih bangga dengan budaya yang berbau Barat. Asal British, meminjam istilahnya grup musik Jamrud. Dari busana, kuliner, musik, tak ubahnya seperti Amerika. Mereka bangga menjadi anak punk, metal, disebut anak nongkrong, suka makan KFC, McD, pakaian bermerk Levi's, Giorgio Armani, Gucci, baju kurang bahan, dst. Kuliah di Aussie, Harvard. Kawin sama orang Prancis.

Intinya, kita mengidap inferioritas dan membanggakan Barat. Dan, tanpa kita sadari saat satu persatu aset dan budaya kita diklaim dan dipatenkan negara lain, kita baru kebakaran jenggot. Tempe, pulau, lagu daerah, tari reog, tari pendet, barongan, batik, keris, manuskrip kuno, karya intelektual, angklung, kulintang, gamelan, dan masih banyak lain.

Alhamdulillah, berbagai peristiwa ini menyadarkan kita. Bahwa punya kita yang kita anggap "remeh" dan tradisional ternyata bernilai tinggi. Jangan sampai kita mau bikin warung soto banjar, coto makassar, gudeg, sate madura, siomay, bubur manado; kita harus membayar royalti ke Malaysia karena dipatenkan mereka.

Alhamdulillah, "batik" ditetapkan sebagai warisan budaya Dunia dari Indonesia oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) tanggal 2 Oktober kemarin. Dan akan menyusul keris dan wayang. Otomatis, klaim Malaysia atas batik menjadi pupus. Dan semoga ini memacu kita untuk semakin mencintai Indonesia dan memperjuangkan hasil budaya yang lain. Kita harus bangga terhadap bangsa dan negeri ini. Meskipun di sana sini ada hal yang kita anggap kurang. Jangan biasakan mencerca diri sendiri. Kalau bukan kita sebagai anak bangsa, siapa?

Postingan terkait:

  • Penyebab Malaysia Menghina Indonesia
  • About the Author

    Ayah dari 3 anak blasteran Jawa dan Bugis-Mandar, non partisan, pembelajar, dan santri.

    Posting Komentar

    Silakan memberikan saran, masukan, atau tanggapan. Komentar Anda akan saya moderasi terlebih dahulu. Tautan aktif sebaiknya tidak dipasang dalam komentar. Dan, mohon maaf, komentar Anda mungkin tidak segera saya balas, karena kesibukan dan lain hal. Terima kasih :)
    ---Kosim Abina Aziyz
    Subhanallah!
    Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres dengan koneksi internet Anda. Hubungkan lagi koneksi internet Anda dan mulailah berselancar kembali!